Sektor Tambang Dominasi Pertumbuhan Ekonomi Lokal, Ini Dampaknya

foto/istimewa

Sekilas.co – Aktivitas industri pertambangan di berbagai daerah penghasil mineral strategis dinilai tidak hanya berperan dalam menghasilkan komoditas mentah, tetapi juga masih menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi lokal.

Berdasarkan kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef), sektor pertambangan secara konsisten menyumbang sekitar 8,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, angka yang menunjukkan bahwa peran sektor ini masih sangat dominan dalam struktur perekonomian Indonesia.

Baca juga:

Ekonom Indef, Abra Talattov, menjelaskan bahwa pertambangan merupakan salah satu sektor yang menopang fondasi ekonomi nasional, terutama di daerah-daerah yang sangat bergantung pada sumber daya mineral.

Ia menegaskan bahwa dinamika di sektor pertambangan selayaknya menjadi perhatian serius bagi para pemangku kebijakan, sebab sektor ini memiliki dampak yang luas terhadap kemampuan fiskal baik di tingkat pusat maupun daerah. Stabilitas dan arah kebijakan di industri pertambangan, menurutnya, secara langsung mempengaruhi kualitas pertumbuhan ekonomi, penerimaan negara, serta kapasitas belanja publik daerah.

“Sektor pertambangan ini menjadi sektor terbesar kelima yang menyumbang PDB kita,” ujar Abra dalam keterangannya seperti dikutip pada Sabtu (15/11/2025). “Sumbangannya sekitar 8,5 persen, dan beberapa daerah sangat bergantung terhadap sumber daya mineral ini,” tambahnya.

Abra juga menyoroti peran Holding Industri Pertambangan MIND ID, yang menaungi sejumlah perusahaan pengelola sumber daya alam strategis nasional. Menurutnya, kontribusi MIND ID terlihat nyata melalui perannya dalam menggerakkan perekonomian daerah operasionalnya. Kontribusi ini muncul dalam bentuk penerimaan negara dan daerah, aktivitas hilir, peningkatan perputaran barang dan jasa, hingga tumbuhnya rantai pasok lokal yang memperkuat ekonomi masyarakat sekitar.

Perputaran barang dan jasa yang muncul dari aktivitas tambang turut menghidupkan usaha-usaha lokal, sementara kewajiban fiskal perusahaan tambang seperti pajak dan retribusi menjadi sumber pendapatan utama bagi banyak daerah. Pendapatan inilah yang kemudian mendorong belanja publik, pembangunan infrastruktur, serta penyediaan layanan dasar masyarakat.

Salah satu contoh kontribusi signifikan sektor tambang terlihat di Papua Tengah, khususnya di Kabupaten Mimika. Aktivitas pertambangan di kawasan tersebut menopang fiskal daerah hingga Rp 407,77 miliar, dari total penerimaan daerah yang mencapai Rp 5,8 triliun. Struktur penerimaan ini sebagian besar bersumber dari aktivitas pertambangan dan kegiatan ekonomi turunan yang berkembang di sekitar wilayah operasional PT Freeport Indonesia.

Kontribusi serupa juga terlihat di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. Kabupaten ini menetapkan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 405,24 miliar pada 2025, dengan realisasi mencapai Rp 223,19 miliar hingga Agustus 2025, atau lebih dari 50 persen target. Sebagian besar komponen penerimaan ini berasal dari aktivitas pertambangan batu bara, mulai dari pajak air permukaan hingga retribusi yang timbul dari aktivitas logistik, transportasi, dan kegiatan usaha penunjang lainnya.

Di Kepulauan Bangka Belitung, peran sektor pertambangan timah juga sangat dominan dalam struktur PAD provinsi. Pemerintah provinsi menetapkan PAD perubahan 2024 sebesar Rp 2,4 triliun, di mana sebagian besar bersumber dari pajak daerah yang didorong oleh aktivitas pertambangan dan geliat ekonomi di wilayah tersebut.

Tidak hanya itu, operasional perusahaan tambang seperti ANTAM dan Inalum di berbagai daerah, termasuk Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, dan Sumatra Utara, juga memberikan kontribusi signifikan melalui pajak daerah dan aktivitas ekonomi yang berkembang dari industri mineral. Di kabupaten seperti Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Toba, penguatan sektor mineral berhubungan langsung dengan meningkatnya pendapatan daerah dari pajak air permukaan hingga retribusi lokal lainnya.

Lebih lanjut, Abra menilai bahwa hilirisasi merupakan faktor kunci yang dapat semakin memperkuat kontribusi pertambangan terhadap perekonomian daerah. Melalui hilirisasi, nilai tambah komoditas mineral dapat diperoleh di dalam negeri, sehingga menciptakan lapangan kerja baru, memperluas rantai pasok industri, dan meningkatkan kapasitas fiskal daerah.

“Kami di Indef saat ini tengah melakukan kajian hilirisasi mineral strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi,” ujarnya. Kajian tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan hilirisasi dapat memberikan manfaat optimal, baik bagi industri maupun masyarakat di daerah penghasil tambang.

Artikel Terkait