Sekilas.co – Polemik mengenai konsesi tambang yang diberikan pemerintah kepada Nahdlatul Ulama (NU) kembali mengemuka setelah mantan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, menyampaikan pandangannya yang cukup mengejutkan. Menurutnya, konsesi tersebut sebaiknya dikembalikan kepada negara karena berpotensi menimbulkan lebih banyak mudarat dibanding manfaat bagi jam’iyah.
Namun, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memiliki pandangan berbeda. Ketua PBNU, KH Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, menegaskan bahwa konsesi tambang yang sudah diberikan negara kepada NU justru perlu dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan umat. Ia menilai keputusan yang sudah diambil pemerintah tersebut merupakan peluang untuk memperkuat peran NU dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Saya melihat tidak ada urgensi untuk mengembalikan konsesi. Justru dengan memaksimalkan pengelolaan tambang, NU bisa menghadirkan program yang memberi manfaat luas bagi umat,” kata Gus Fahrur kepada detikJatim, Senin (8/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa NU memiliki kesempatan besar untuk menunjukkan tata kelola tambang yang baik dan bertanggung jawab, terutama dalam hal lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar tambang. Dengan menjalankan praktik pertambangan yang sesuai prinsip keberlanjutan, NU dapat menjadi contoh bagi pelaku industri lainnya.
Menurutnya, praktik pengelolaan tambang yang ideal harus memperhatikan efisiensi produksi, keselamatan kerja, rehabilitasi lahan pasca tambang, pengelolaan limbah, pemanfaatan teknologi energi bersih, kepatuhan terhadap peraturan, serta melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan ekonomi lokal.
Gus Fahrur juga memaparkan bahwa komoditas yang dikelola, seperti batu bara, hingga saat ini masih menjadi tulang punggung energi nasional dan sumber devisa negara dari sektor ekspor. Bahkan residu tambang seperti fly ash dan bottom ash juga dapat dipakai sebagai bahan baku konstruksi yang mendukung pembangunan.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa keberhasilan pengelolaan tambang tidak hanya ditentukan pada teknis penambangan, melainkan juga transparansi. PBNU, kata dia, perlu menyajikan laporan keuangan dan dampak lingkungan secara terbuka kepada publik agar tidak menimbulkan kecurigaan atau potensi masalah hukum di kemudian hari.
“Pengelolaan harus dilakukan secara profesional dan akuntabel. Semua proses wajib mengikuti izin dan aturan yang berlaku agar memberikan jaminan keselamatan, manfaat ekonomi, dan tetap menjaga kelestarian lingkungan,” tegasnya.
Menanggapi adanya anggapan bahwa konsesi tambang ini menjadi pemicu munculnya dinamika internal di PBNU, Gus Fahrur menilai isu tersebut tidak seharusnya dijadikan alasan untuk mengembalikan konsesi. Menurutnya, persoalan di tubuh organisasi merupakan hal yang wajar dan bisa diselesaikan dengan mekanisme internal yang ada.
“Itu hanya dinamika organisasi yang sifatnya sementara. Tidak berhubungan dengan prinsip maupun arah kebijakan yang sudah disepakati,” ujarnya.
Di sisi lain, KH Said Aqil tetap kukuh dengan sikapnya. Ia menyampaikan pandangan tersebut setelah bertemu dengan Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, serta sejumlah kiai sepuh dan mustasyar PBNU dalam agenda silaturahmi di Jombang. Dalam pandangannya, perkembangan situasi beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa konsesi tambang justru memperuncing perdebatan internal dan membawa organisasi pada konflik yang tidak produktif.
Said menilai pemberian konsesi tambang dari pemerintah pada awalnya dapat menjadi ruang bagi NU untuk meningkatkan kemandirian ekonomi. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, ia melihat potensi risiko yang justru dapat merugikan organisasi meningkat tajam.
“Apresiasi negara kepada NU tentu kami hormati. Tetapi melihat perkembangan terakhir, konfliknya semakin meluas dan menimbulkan kegaduhan. Kalau mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya, maka solusi terbaik adalah mengembalikannya kepada pemerintah,” tuturnya.
Perbedaan sudut pandang ini memperlihatkan bahwa isu konsesi tambang bagi organisasi sebesar NU bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut keutuhan, marwah, dan keberlanjutan perjuangan organisasi. Masyarakat kini menantikan seperti apa arah kebijakan PBNU ke depan dalam mengelola amanah besar tersebut.





