Harga Emas Dunia Diproyeksi Melonjak hingga USD 4.100 per Troy Ounce

foto/istimewa

sekilas.co – Analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menyatakan bahwa tren teknikal harga emas masih berada pada jalur bullish yang solid. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global.

“Kombinasi antara pola candlestick dan indikator Moving Average menunjukkan tekanan beli yang masih kuat. Selama momentum ini bertahan, peluang kenaikan harga emas hingga mencapai level US$ 4.100 per troy ounce masih sangat terbuka,” ujar Andy dalam keterangan tertulisnya, Ahad (12/10/2025).

Baca juga:

Namun, Andy juga menegaskan pentingnya tetap waspada terhadap potensi pembalikan arah. Menurut dia, apabila harga emas bergerak turun dan menembus level US$ 3.174, maka peluang koreksi menuju area US$ 3.628 perlu diantisipasi sebagai skenario alternatif.

Andy menjelaskan sejumlah faktor global yang memengaruhi pergerakan harga emas dunia. Dari sisi fundamental, sentimen pasar masih dipengaruhi oleh ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed akan segera memangkas suku bunga. Penurunan suku bunga dapat menurunkan opportunity cost dalam memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil tetap, serta melemahkan nilai dolar AS dua faktor yang umumnya mendorong reli logam mulia.

Selain itu, ketegangan geopolitik global juga menjadi faktor utama pendorong kenaikan harga emas. Konflik berkepanjangan di Timur Tengah dan situasi genting antara Rusia dan Ukraina terus meningkatkan permintaan terhadap aset safe haven. Andy menyebut, investor institusional dan bank sentral di berbagai negara terlihat memperkuat posisi mereka dengan menambah cadangan emas sebagai langkah antisipasi terhadap potensi gejolak fiskal dan moneter global.

Faktor lain yang turut mendorong kenaikan harga emas adalah pelambatan ekonomi global yang meningkatkan daya tarik logam mulia sebagai aset pelindung nilai. Andy mengatakan, tekanan inflasi yang masih bertahan di sejumlah negara besar serta meningkatnya risiko fiskal membuat investor semakin terdorong untuk mengalihkan sebagian portofolio mereka ke aset berisiko rendah seperti emas.

Sementara itu, indeks dolar AS cenderung melemah, dipicu ekspektasi penurunan suku bunga dan ketidakpastian fiskal di Amerika Serikat, termasuk risiko government shutdown yang belum sepenuhnya mereda.

Meski demikian, Andy menegaskan potensi volatilitas tetap tinggi. Jika data ekonomi AS seperti inflasi atau tenaga kerja menunjukkan ketahanan yang kuat, The Fed berpeluang menunda pemangkasan suku bunga atau bahkan mengambil langkah hawkish baru. Kondisi ini bisa menekan harga emas dalam jangka pendek karena penguatan dolar dan naiknya imbal hasil obligasi AS akan mengurangi minat terhadap logam mulia.

Andy menilai arah jangka pendek emas masih positif dengan bias kenaikan yang kuat. Menurut dia, selama harga bertahan di atas area US$ 3.714, kecenderungan bullish akan tetap dominan dengan potensi uji resistensi di US$ 4.100.

Kendati demikian, Andy menyarankan investor untuk berhati-hati terhadap potensi koreksi teknikal setelah reli panjang dalam beberapa pekan terakhir. “Pasar saat ini berada di persimpangan antara euforia buy momentum dan kehati-hatian menanti kebijakan The Fed. Jadi, trader perlu bijak menentukan posisi dengan memperhatikan area support dan resistance kunci,” ujarnya.

Artikel Terkait