Hampir Seluruh Operasional Pemerintah AS Lumpuh Akibat “Shutdown”, Rupiah Diproyeksi Bergerak Positif

foto/ilustrasi

Sekilas.co – Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, memprediksi kurs rupiah berpotensi menguat seiring meningkatnya kekhawatiran atas penutupan atau shutdown pemerintah Amerika Serikat (AS) yang hampir mencapai 100 persen. Menurutnya, kondisi ini memberikan tekanan terhadap dolar AS sehingga membuka ruang penguatan bagi mata uang rupiah.

Penutupan pemerintah atau government shutdown sendiri merupakan situasi ketika Kongres AS gagal menyepakati anggaran belanja yang diperlukan untuk membiayai operasional pemerintahan federal. Dalam kondisi tersebut, berbagai kegiatan non-esensial pemerintah akan berhenti beroperasi, sementara sebagian besar pekerja federal terancam dirumahkan. Selain itu, data-data ekonomi resmi AS yang biasa menjadi rujukan investor pun berpotensi tidak dirilis karena terganggunya aktivitas birokrasi.

Baca juga:

“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang tertekan oleh kekhawatiran shutdown pemerintah AS,” kata Lukman Leong dalam keterangannya kepada ANTARA di Jakarta, Selasa. Ia menilai, situasi ini akan mengganggu aktivitas ekonomi Amerika Serikat sekaligus memperuncing perseteruan politik antara Partai Republik dan Partai Demokrat, yang selama ini kerap menemui jalan buntu dalam negosiasi anggaran.

Di tengah ancaman shutdown, Presiden AS Donald Trump, sebagaimana dilaporkan Sputnik, dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin Kongres dari Partai Republik dan Partai Demokrat pada Senin (29/9). Pertemuan tersebut membahas pendanaan pemerintah di tengah semakin dekatnya tenggat waktu 30 September, yang akan menentukan apakah pemerintah federal masih bisa beroperasi atau justru menghadapi penutupan total.

Beberapa pejabat tinggi yang hadir dalam pertemuan itu antara lain Ketua DPR AS Mike Johnson, Pemimpin Mayoritas Senat John Thune, Pemimpin Demokrat DPR AS Hakeem Jeffries, serta Pemimpin Minoritas Senat Chuck Schumer. Trump sendiri meminta anggota Partai Republik di Kongres untuk menyetujui perpanjangan sementara pendanaan pemerintah demi mencegah shutdown, seraya menuding Partai Demokrat sengaja berupaya memicu penutupan pemerintahan.

Trump bahkan menegaskan bahwa jika kebuntuan tidak terselesaikan, Demokrat akan menjadi pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya shutdown. Kondisi tersebut diperparah dengan fakta bahwa pada 1 Oktober, Amerika Serikat memulai tahun fiskal baru tanpa adanya kesepakatan anggaran. Jika Kongres gagal meloloskan resolusi sementara guna memperpanjang pendanaan dalam jangka pendek, maka berbagai lembaga federal berisiko ditutup tanpa batas waktu.

Menurut Lukman, ketidakpastian politik dan fiskal di Washington itu menimbulkan tekanan besar terhadap dolar AS. “Hal ini akan sangat mengganggu kegiatan ekonomi di AS dan memperuncing perseteruan antara Republik dan Demokrat. Semua ini menekan dolar AS,” tegasnya.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa penguatan rupiah diperkirakan masih bersifat terbatas. Alasannya, investor global cenderung bersikap hati-hati atau wait and see menunggu rilis sejumlah data ekonomi penting AS, terutama laporan ketenagakerjaan Non-Farm Payrolls (NFP) yang dijadwalkan keluar pekan ini.

“Data NFP diperkirakan hanya akan menunjukkan penambahan sekitar 50 ribu pekerjaan. Walaupun lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, angka ini masih jauh lebih kecil dari normal, yang biasanya berada di atas 100 ribu,” jelas Lukman.

Dengan mempertimbangkan seluruh faktor tersebut, Lukman memproyeksikan kurs rupiah akan bergerak terbatas di kisaran Rp16.600 hingga Rp16.700 per dolar AS. Adapun pada awal perdagangan Selasa pagi di Jakarta, nilai tukar rupiah sempat melemah tipis sebesar 3 poin atau 0,02 persen ke level Rp16.683 per dolar AS, dari posisi penutupan sebelumnya di Rp16.680 per dolar AS.

Artikel Terkait