Sekilas.co – Ekonomi Indonesia menjelang akhir 2025 dinilai berpotensi mengalami tekanan akibat bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam beberapa waktu terakhir. Meski demikian, perbankan optimistis Indonesia masih mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%.
Pulau Sumatera sendiri merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar kedua di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal II-2025, Sumatera memberikan kontribusi sebesar 22,20% terhadap PDB nasional.
“Dengan adanya bencana ini tentu saja harus dilihat dulu, karena cukup besar ya kontribusi Sumatera terhadap PDB,” kata Ketua Bidang Riset dan Kajian Ekonomi Perbanas, Aviliani, dalam Konferensi Pers Economic Outlook di Menara BRILiaN, Jakarta Selatan, Rabu (10/12/2025).
Ia menambahkan, skala bencana yang luas dan dampaknya yang signifikan membuat proses identifikasi harus dilakukan secara mendalam, sehingga memerlukan waktu sebelum data final dapat disimpulkan.
Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga tengah menghitung dampak bencana terhadap kredit perbankan, termasuk potensi efeknya pada berbagai sektor ekonomi lain.
Meski tekanan ekonomi diperkirakan cukup besar, Aviliani tetap yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa bertahan di angka 5%, meski kemungkinan berada pada batas bawah proyeksi.
“Kita melihat untuk mencapai 5% sebenarnya masih memungkinkan, terutama dari kontribusi wilayah di luar yang terdampak bencana. Jadi, yang tadinya diperkirakan 5,2%, untuk bertahan di 5% masih bisa lah,” ujarnya.
Hapus Tagih dan Hapus Buku Nasabah
Dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi di wilayah terdampak bencana, OJK bersama para pemangku kepentingan tengah menyiapkan sejumlah kebijakan khusus. Salah satunya bertujuan menekan rasio kredit macet (Non-Performing Loan/NPL) agar tidak meningkat tajam.
Kebijakan tersebut mencakup wacana hapus buku dan restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit sektor pertanian. Proses pendataan masih berlangsung.
Ketua Umum Perbanas, Hery Gunardi, mengatakan pendataan tidak hanya menyasar debitur KUR, tetapi juga kredit konsumtif dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Langkah ini dilakukan untuk memastikan debitur yang benar-benar terdampak, baik dari sisi usaha maupun aset.
“Artinya, usahanya benar-benar tidak bisa jalan lagi, kena banjir, tokonya hilang, atau usahanya hanyut dibawa air. Perbankan tentu punya cara untuk tidak memberatkan debiturnya,” kata Hery.
Perlakuan terhadap debitur nantinya akan menyesuaikan tingkat kerusakan dan dampak bencana terhadap usaha maupun kemampuan pembayaran nasabah. Opsi kebijakan mencakup hapus tagih, hapus buku, hingga restrukturisasi kredit.
“Apakah nanti itu hapus tagih atau hapus buku, dulu kita lakukan seperti itu. Kalau yang masih bisa usaha, nanti kita tinjau lagi bentuk restrukturisasinya seperti apa. Itu kondisi saat ini,” tambahnya.
Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan OJK (POJK) No. 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus terhadap Debitur Terdampak Bencana Alam atau Non-Alam. Proses identifikasi pun dilakukan secara menyeluruh, termasuk bagi debitur di sektor pertanian maupun sektor lainnya.





