Mengungkap Dinamika Sosial di Balik Rencana Ekspansi PLTS Terapung Cirata

foto/antara/Putu Indah Savitri

Sekilas.co – Kunjungan ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, menghadirkan pengalaman yang tidak biasa. Dari kejauhan, mata langsung disuguhi hamparan modul surya yang berjajar rapi di permukaan waduk, menutupi area seluas kurang lebih 200 hektare atau sekitar 3,2 persen dari total luas perairan waduk yang mencapai 6.200 hektare.

Proyek ini memiliki kapasitas terpasang 192 megawatt peak (MWp) dengan daya listrik yang disalurkan ke jaringan sebesar 145 MWac. Kapasitas sebesar itu cukup untuk memasok kebutuhan listrik setara dengan 50.000 rumah tangga. Tidak hanya itu, pengoperasian PLTS ini juga mampu menekan emisi karbon hingga 214.000 ton CO₂ per tahun, menjadikannya simbol komitmen Indonesia dalam transisi menuju energi bersih.

Baca juga:

PLTS Terapung Cirata merupakan proyek kerja sama antara PT PLN (Persero) melalui subholding PLN Nusantara Power dengan perusahaan energi terbarukan asal Uni Emirat Arab, Masdar. Peresmian dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 9 November 2023, menandai tonggak penting bagi Indonesia sekaligus menobatkannya sebagai PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang terbesar di dunia.

Seiring beroperasinya proyek tahap awal, pemerintah dan PLN bersama Masdar telah menyiapkan rencana ekspansi. Pada Februari 2025, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu dengan CEO Masdar Mohamed Jameel Al Ramahi untuk membahas penambahan kapasitas PLTS Cirata. Dari hasil pembahasan, potensi pemanfaatan sebagian area waduk dapat membuka peluang peningkatan kapasitas hingga lebih dari 1.000 MWp atau setara 1,2 GWp.

Langkah konkret menyusul pada April 2025, ketika PLN dan Masdar menandatangani Principles of Agreement (PoA) sebagai payung kesepakatan awal untuk menjajaki ekspansi proyek PLTS Terapung Cirata di tahap berikutnya.

Namun, agenda perluasan kapasitas ini tidak semata berbicara soal investasi dan penambahan panel surya. Para pemangku kepentingan diingatkan agar mempertimbangkan faktor sosial dan lingkungan. Salah satu tantangan yang muncul adalah keberadaan Keramba Jaring Apung (KJA) milik masyarakat yang menggantungkan hidup dari perikanan waduk. Data Program Citarum Harum Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencatat, jumlah KJA di Waduk Cirata mencapai sekitar 120.000 petak pada akhir 2024, melonjak dari 98.000 petak pada 2019. Aktivitas budidaya yang berlebihan tersebut bukan hanya bersinggungan dengan rencana ekspansi energi surya, tetapi juga berkontribusi pada penurunan kualitas air akibat pakan ikan yang mencemari perairan.

Dengan demikian, ekspansi PLTS Terapung Cirata menjadi isu multidimensi. Ia bukan sekadar proyek energi bersih, tetapi juga persimpangan antara kebutuhan energi nasional, kelestarian lingkungan, dan keberlanjutan mata pencaharian masyarakat di sekitar waduk.

 

Artikel Terkait