Rosan Libatkan Purbaya Siapkan Proposal Negosiasi Utang Whoosh

foto/istimewa

sekilas.co – Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan progres rencana negosiasi restrukturisasi utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) dengan pihak Cina. Saat ini, Rosan terus berkomunikasi dengan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk membahas finalisasi proposal negosiasi.

Purbaya dipastikan akan terlibat dalam proses perundingan tersebut. “Kami komunikasi terus dengan Pak Purbaya. Kami duduk dan memastikan bahwa saat ke Cina nanti, proposalnya sudah matang,” ujar Rosan seusai acara Kompas100 CEO Forum di ICE BSD, Tangerang, Rabu, 26 November 2025.

Baca juga:

Sebagai langkah awal, tim teknis pendahulu telah dikirim untuk membuka jalur negosiasi. Namun, perundingan final akan dilakukan oleh CEO Danantara bersama Menkeu. “Kami kirim tim advance dulu untuk bicara dengan tim dari Cina, itu sudah berjalan. Tapi nanti gong-nya kemungkinan saya dengan Pak Purbaya,” kata Rosan.

Meski demikian, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM itu tidak menjelaskan secara rinci kapan ia dan Menkeu akan berangkat ke Cina. Rosan hanya memastikan bahwa semakin cepat negosiasi berjalan, semakin baik hasilnya.

Purbaya dilibatkan setelah pemerintah menyatakan akan menggunakan APBN untuk menalangi utang Whoosh. Sebelumnya, ia sempat menyatakan harapannya ikut dalam negosiasi untuk memastikan keuangan negara tidak mengalami kerugian besar.

“Makanya saya bilang kalau nanti mereka (Danantara) diskusi dengan sana (Cina) saya ikut. Saya mau lihat, jangan sampai saya rugi-rugi amat. Tapi kita lihat yang terbaik buat negara ini,” ujar Purbaya dalam media briefing di kantor Kementerian Keuangan, Jumat, 14 November 2025.

Secara pribadi, Purbaya tidak ingin utang Whoosh dibebankan ke APBN. “Kalau saya mending enggak bayar,” katanya. Namun, keputusan akhir tetap diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto.

Sejak dibangun pada 2016, proyek kereta cepat menelan total biaya US$7,2 miliar atau setara Rp120 triliun (kurs Rp16.707 per dolar AS), terdiri dari investasi awal US$6,02 miliar dan pembengkakan (cost overrun) US$1,21 miliar.

Sebanyak 75 persen pendanaan diperoleh dari pinjaman China Development Bank, dan 25 persen sisanya dari ekuitas PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) menguasai 60 persen saham KCIC, sementara 40 persen sisanya dimiliki konsorsium Cina, Beijing Yawan HSR Co Ltd.

Artikel Terkait