Sekilas.co – Hampir genap satu tahun Prabowo Subianto memimpin Indonesia. Tahun pertama pemerintahan selalu menjadi titik awal penting, sekaligus cermin arah kebijakan yang akan ditempuh. Dari periode ini, publik dapat menilai apakah janji kampanye benar-benar diterjemahkan menjadi kebijakan nyata, atau hanya berhenti sebagai slogan politik.
Prabowo hadir dengan visi besar menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, mandiri secara ekonomi, sekaligus sejahtera. Asta Cita, delapan program prioritas nasional yang diusungnya, menjadi penegasan arah tersebut. Di antara delapan agenda itu, fokus utama terlihat pada penguatan ketahanan pangan dan energi, pemerataan pembangunan, serta peningkatan kualitas hidup rakyat melalui program makan bergizi gratis.
Visi ini seolah melanjutkan fondasi yang telah dibangun oleh Presiden Joko Widodo, namun dengan warna yang berbeda. Jika Jokowi menekankan pembangunan infrastruktur dan hilirisasi, Prabowo lebih menyoroti kedaulatan, keadilan, dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Meski demikian, menjalankan visi tersebut tentu bukan perkara mudah. Tahun pertama selalu penuh dengan tantangan, baik dari faktor eksternal maupun domestik.
Di tingkat global, harga pangan dan energi bergejolak, ditambah ketegangan geopolitik yang belum mereda. Sementara di dalam negeri, ekspektasi masyarakat begitu tinggi, namun ruang fiskal negara terbatas. Dalam situasi tersebut, kebijakan ekonomi Prabowo mengambil dua jalur sekaligus: program populis yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat kecil, serta kebijakan strategis jangka panjang untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.
Dari program makan bergizi gratis, stimulus ekonomi, upaya swasembada beras, pembentukan Danantara sebagai sovereign wealth fund baru, hingga penempatan Rp 200 triliun ke sektor perbankan, semua langkah itu menunjukkan upaya untuk menjawab kebutuhan jangka pendek sekaligus menata arah pembangunan jangka panjang.
Namun, satu tahun tentu terlalu singkat untuk menilai sepenuhnya efektivitas kebijakan. Refleksi kali ini lebih tepat dipandang sebagai penanda arah, bukan evaluasi final. Meski begitu, capaian ekonomi Indonesia cukup mengesankan. Pertumbuhan tetap terjaga di kisaran 5 persen, bahkan pada triwulan II 2025 mencapai 5,12 persen, melampaui proyeksi sejumlah lembaga internasional. Pencapaian ini relatif tinggi, mengingat banyak negara lain tengah menghadapi perlambatan bahkan resesi. Pemerintah juga berhasil menjaga optimisme pasar dan menggerakkan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama ekonomi nasional.
Meski pertumbuhan stabil, tantangan struktural belum teratasi. Ekonomi Indonesia masih didominasi konsumsi, sementara industrialisasi dan ekspor bernilai tambah belum signifikan. Hilirisasi baru sampai tahap fondasi, dengan keterlibatan UMKM yang masih minim. Artinya, jebakan “ekonomi konsumsi” masih membayangi, membuat Indonesia rentan terhadap guncangan global.
Salah satu capaian penting lainnya adalah pengendalian inflasi di kisaran 2,5–3 persen. Padahal, dunia tengah menghadapi gejolak harga pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik. Di banyak negara, harga beras, daging, dan gandum melonjak tajam. Di Indonesia, meski harga beras sempat naik, pemerintah mampu menahannya dengan operasi pasar, tambahan stok Bulog, serta subsidi pupuk untuk petani. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah menjaga stabilitas harga pangan.
Meski demikian, tekanan tetap dirasakan masyarakat kelas menengah ke bawah. Bagi sebagian besar rakyat, sedikit saja kenaikan harga bahan pokok langsung terasa dampaknya di meja makan. Karena itu, menjaga inflasi bukan sekadar angka statistik, tetapi menyangkut kemampuan rakyat kecil untuk tetap makan layak tanpa harus berhemat berlebihan.
Tak bisa dimungkiri, program makan bergizi gratis menjadi ikon utama tahun pertama pemerintahan Prabowo. Sejak awal, program ini mencuri perhatian publik, bukan hanya karena jumlah penerimanya yang masif, jutaan anak sekolah di seluruh Indonesia, tetapi juga karena dampak ekonominya yang luas, dari perputaran komoditas pangan hingga kesejahteraan petani dan pelaku usaha kecil.





